BAB I THAHARAH (BERSUCI)

BAB I THAHARAH (BERSUCI)

Sumber gambar : https://suduthukum.com/2018/02/thaharah-bersuci.html


BAB I
KITAB THAHAROH

Oleh : Warjo, S.Sos.

Standar Kompetensi
 Memahami ketentuan-ketentuan thaharah
Kompetensi Dasar
 Mempraktekan wudhu, tayamum, khuf serta mandi wajib dengan baik dan benar
 Memahami syariat yang berkenaan thaharah
Tujuan Pembelajaran
1. Santri dapat mempraktekan wudhu, tayamum, khuf dan mandi wajib dengan baik dan benar.
2. Santri memahami pengertian tahaharah , syarat dan rukunnya; alat bersuci; caranya bersuci ; macam-macam dan jenisnya; benda-benda yang wajib disucikan serta sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajibnya bersuci.

1.Thaharah ( BERSUCI)

Dalam ajaran islam, soal thaharah dan segala seluk beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting; terutama karena diantara syarat sholat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan sholat, wajib suci dari hadats dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis.
Firman Alloh swt.;
إِنَّ اللهَ يُحِبُُّ التوَّابِيْنَ وَيُحبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ .(البقرة ׃٢٢٢)
“ Sesungguhmya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan ia mencintai orang-orang yang suci (bersih; baik dari kotoran jasmani atau kotoran rohani).” (Al Baqoroh : 222)

Urusan bersuci meliputi beberapa perkara yang berikut :
a.Alat bersuci, seperti ; air, tanah,debu, batu dsb.
b.Caranya bersuci
c.Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan
d.Benda-benda yang wajib disucikan
e.Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.

A.Pengertian Thaharah
Thaharah, menurut istilah bahasa ;
kebersihan, atau membersihkan diri dari kotoran.
kesucian dan kebersihan dari segala yang tercela, baik dzahir maupun batin..(1
Thaharah ini mempunyai pengertian yang sangat luas dan dikelompokan menjadi dua; masing-masing menekankan ta’rif (defenisi) tersendiri sedangkan makna thaharah dalam istilah fiqih hilangnya perkara yang menghalangi syahnya ibadah sholat.

PEMBAGIAN THAHARAH :
1.Thaharah Hissiyah (lahiriyah/dzahiriyah) , ialah thaharah yang dapat dirasa dan dilihat dengan panca indera. Seperti ; membersihkan najasah dengan air , batu, tanah atau debu dan hadats dengan cara wudhu, tayamum atau mandi wajib.
2.Thaharah Ma’nawiyah (bathiniyah), ialah thaharah yang tidak dapat dirasa dan dilihat dengan panca indera. Seperti ; membersihkan dari dosa, maksiat, kufur dan syirik dengan cara bertaubat dan taat.
THAHARAH HISSIYAH :
Thaharah hissiyah ialah membersihkan diri dari rupa-rupa najasah dan hadats. Yakni membersihkan diri dari segala kotoran yang dapat dirasa, dilihat dengan panca indra dengan jalan menghilangkannya baik dengan air atau benda-benda yang dihukumkan suci menyucikan.
Berthaharah dengan air sebagai berikut :
1.Air suci suci yang menyucikan . Adalah air yang tetap dalam keadaan aslinya, dan syah dapat dipakai untuk membersihkan benda-benda najis. Ulama Fiqih menamakan air Mutlaq yaitu air yang hukumnya; suci mensucikan..
Yang termasuk kedalam air suci mensucikan, seperti ; air hujan, air laut, air sumur, air ledeng, air es, air terjun (tuk), air mata air, air embun dsb.
Perubahan air yang tidak menghilangkan keadaanya atau sifatnya “ suci –mensucikan “, baik perubahan itu pada salah satu dari semua sifatnya yang tiga (war na, rasa dan baunya) adalah sebagai berikut ;
a.Berubah dengan sebab tempatnya, seperti air yang tergenang atau air yang mengalir di batu belerang.
b.Berubah karena lama terletak, seperti air kolam.
c.Berubah karena sesuatu yang terjadi padanya, seperti berubah dengan sebab ikan.
d.Berubah dengan sebab tanah yang suci, begitu juga segala perubahan yang sukar memeliharanya, seperti berubah sebab daun-daunan yang jatuh dari pohon-pohonan yang berdekatan dengan sumur atau tempat air itu.
Rasulullah s.a.w. bersabda
لِمَا سُئِلَ النَِّبىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسلم عَـنْ بِئْرٌبُضَاعَةٍ ! قال ׃ ْالمَاءُ لاَيُنْجِسُهُ شَيْءٌ. ( رواه الترمذى وقال حسن)
Tatkala Nabi s.a.w. ditanya bagaimana hukumnya sumur budha’ah, beliau berkata :” Airnya tidak dinajisi suatu apapun.” (H.R. Tirmidzi dan katanya Hadits Hasan).

2.Air suci, tidak mensucikan
Maksudnya air yang daztnya itu suci tetapi tidak syah dipakai untuk menyucikan sesuatu. Ulama mengatakan; air suci tidak menyucikan, menamakannya air musta’mal ,yang hukumnya; suci tidak menyucikan. Termasuk dalam bagian macam air ini yaitu ;
a.Air yang telah berubah salah satu sifatnya dengan sebab bercampur dengan suatu benda yang suci. Seperti ; air kopi, air teh dan sejenisnya.
b.Air keluar dari pohon-pohonan atau buah-buahan,seperti ; air dari tekukan pohon kayu (air nira), air kelapa dan sejenisnya.
Apun air yang kurang dua qulla ( tempatnya empat persegi panjang, panjangnya 1 ¼ hasta, lebarnya 1 ¼ hasta dan dalamnya 1 ¼ hasta. Kalau tempatnya bundar, garis tengah 1 hasta, dalam 2 ¼ hasta dan kelilingnya 3 1/7 hasta. (1 hasta 25 cm). Hukum airnya :suci menyucikan sepanjang tidak dinajisi oleh sesuatu karena berobahnya air dari salah satu sifat air (warna, rasadan baunya).
Pendapat yang mengatakan musta’mal air kurang dua qulla, tidak bisa dijadikan dalil atau hujjah. Sebab haditsnya dhoif menurut ahli hadits.
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قال: قال رسول اللهِ صلعم :أللَّهُمَّ طَهِّرْنِي باِلثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَالْمَاءِاْلبَرَدِ .رواه مسلم.
Dari Abu Hurairah berkata ; Rasulullah s.a.w. besabda : Ya Allah, sucikalah aku dengan air salju, embun dan air sejuk dingin “. (H.R.Muslim ; Shohih Muslim).
Catatan ; maksud air tersebut dalam hadits adalah air yang masih tetap dalam keaslian dzatnya. Maka air yang bukan dalam keaslian dzatnya di hukumkan : Suci tidak menyucikan.(tidak syah untuk berthaharah)

3.Air yang bernajis
Maksudnya air yang kemasukan benda-benda najis yang tidak syah untuk dipakai bersuci, menurut ketentuan syara’. Diantara benda-benda yang apabila masuk kedalam air, dan menyebabkan berobahnya warna, rasa dan baunya, sehingga air tersebut menjadi hukum airnya : air najis, ulama mengatakan air ini air mutajanis.
Yang termasuk benda-benda najis akan dibahas pada halaman selanjutnya.

Berthaharah selain air ;
1.Tanah atau debu.
Maksudnya benda-benda yang dapat dipakai untuk berthaharah (bersuci) ketika seseorang terkena benda-benda najis atau ketika tidak ada air maka tanah atau debu syah sebagai pengganti wudlu yakni bertayamum.
Rasulullah s.a.w. bersabda :
عَنْ عَمْرِ وَبْنِ شُعَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ رض قال : قال رسول اللهِ صلعم : جُعِلَتْ لِىَ اْلاَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا أَيْنَمَا أَدْرَكَتنْىِ الصَّلاَةُ تَمَسَّحْتُ وَصَلَّيْتَ. رواه احمد Amr ibn Syu’aib dari kakeknya berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda : telah dijadikan bumi untukku tempat sujud dan alat bertharah. Dimana saja aku didapati oleh sholat, aku menyapu dengan bumi (bertayamum- dan lalu sholat)” (H.R. Ahmad).

Menyatakan : bahwa bertayamum, boleh dengan sembarang tanah tidak mesti dengan berdebu saja.
Bumi ( tanah dan debu) sebagai pengganti untuk berthaharah selain air.

2.Batu
Batu merupakan alat bersuci (berthahara) selain , tanah atau debu dapat membersihkan najis yang melekat atau menempel dalam tubuh seseorang.
عَنْ جَابِرِبْنِ عَبْدِاللهِ رض قال:قال رَسُولُ اللهِ:مَنِ اسْتَجْمَرَ فَلْيُوتِرْ.رواه أحمد
Jabir Ibn Abdullah r.a. berkata : “ Rasulullah s.a.w. bersabda : barangsiapa beristijmar (bersuci dengan batu untuk menggosok kubul atau dubur ) hendaklah ia ganjilkan “. Diriwayatkan oleh : Ahmad.
B.Ta’rif (defenisi) Najasah
Najasah (Najis) menurut istilah bahasa, ialah ; Segala sesuatu yang dipandang kotor dan dapat membatalkan sholat tetapi tidak membatalkan wudhu.
Kata najasaat adalah bentuk jama’, plural dari kata najaasah, yaitu segala sesuatu yang dianggap kotor oleh orang-orang yang bertabiat baik lagi selamat dan mereka diri darinya, mencuci pakaiannya yang terkena benda-benda najis termaksud. (Abdul “Azhim bin Badawi Al Khalafi, 2007 :57).
Najasah menurut istilah bahasa, ialah ; sesuatu yang dipandang jijik oleh perasaan manusia yang sejahterah dan dijauhkan diri dari padanya, membersihkan dirinya, padanya, kainya , tempatnya dan perkakas-perkakasnya dari padanya. Makna ini, dipakai terus oleh syara’. ( Prof.T.M.hasbi Ash-Siddieqy , 1981 ;16 ).
Jadi
Najasah adalah sesuatu yang dianggap kotor menurut ketentuan syara’

Syara’ telah menentukan beberapa najasah; mewajibkan kita membersihkan diri dari padanya, ketika akan mengerjakan ibadah sholat. Allah swt sangat mencintai orang-orang yang selalu membersihkan diri dari segala najasah sebagai bentuk amaliyah dari sikap keimanan kepada Allah swt.

Dalam kaidah hukum asal bahwa “ segala sesuatu benda itu adalah suci (tidak najis) kecuali bila ada keterangan (dalil) dari al qur’an dan Al hadits yang menjelaskan bahwa benda itu najis, barulah kita menganggap benda itu najis.
Pembahasan ini perlu memahami dengan benar bahwa ada beberapa benda yang sebenarnya tidak najis, tetapi oleh kebanyakan orang dianggap termasuk benda-benda najis.

Macam-macam benda yang tidak najis :
1.Air mani manusia muslim.
Air mani merupakan pengecualian dari ketentuan syara’ tentang najisnya segala perkara yang keluar dari dua jalan, meskipun keluarnya air mani menyebabkan batalnya wudhu’. Yang demikian ini karena adanya beberapa riwayat dari Aisyah tentang tidak najisnya air mani seorang muslim, Aisyah menyatakan dalam hadits yang diriwayatkan Al Jama’ah selain Al Bukhori.
عَـنْ عَائِشةََ رض قَالَتْ ׃كُنْتُ أَفْرُكُ الْمَنِيَّ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللهِ ص م ثُمَّ يَذْهَبُ فَيُصَلِّى فِيْهِ. رواه الجماعة إلا البخارى .
‘Aisyah ra. Berkata ; “Aku sering mengikis mani dengan kuku saya dari kain Rasulullah saw, sesudah itu beliau pergi sholat dengan kain itu “.(HR.Al Jama’ah selain Al Bukhori).

Dalil yang kuat atau jelas menajiskan air mani tidak ada, apa yang dilakukan Aisyah tersebut, tidak bisa dijadikan dalil najisnya air mani, perbuatan Aisyah menunjukan kepada kebolehan membasuh kain yang terkena mani, memcuci kain dari segala yang kotor walaupun tidak najis, disukai dan dibenarkan oleh ajaran islam dan mendapatkan pahala, sehingga perbuatan Aisyah tersebut menunjukan kehalusan perasaannya, bukan menunjukan kepada najisnya air mani.
Untuk mempertegas hal ini, kami pindahkan hadits riwayat Ishaq Ibn Yusuf dari Ibnu Abbas, ujarnya; Pada suatu hari ditanya kepada Rasul tentang air mani yang mengenai kain. Maka Rasul menjawab; Mani itu serupa dengan dahak dan air ludah. Cukup untuk membersihkannya, dengan menyapunya dengan perca.”(3)
Al-Imam An-Nawawi menerangkan ; dan banyak dari para Ulama berpendapat bahwa mani itu adalah suci . demikian juga pendapat Ali bin Abi Thalib, Saad bin Abi Waqos, Ibnu Umar, Aisyah, Daud, Ahmad bin Hambal dll.

2.air kencing dan kotoran hewan yang dagingnya halal dimakan.
Seperti ; kotoran dan kencing kambing, sapi, kerbau, ayam , unta dsb. Tidak termasuk benda najis meskipun menurut perasaan manusia yang sejahterah itu dipandang kotor, mengingat adanya dalil yang menerangkan tentang tidak najisnya kotoran dan kencing hewan yang halal dimakan tersebut.
Rasulullah s.a.w. bersabda :

عَـنْ عَبْدِ اللهِ قاَلَ :أَراَدَ الــنَّبِيُّ ص م أنْ يَتَبَرَّزَ، فَقَالَ ائْتِنِي بِثَلاَ ثَةِ أَخْجَارٍ فَوَجَدْتُ لَهُ حَجَرَيْنِ وَرَوْثَةِ حِمَرٍ، فَأَمْسَكَ الْحَجَرَيْنِ وَطَرَحَ الرَّوْ ثَْةَ وَقَالَ هِيَ رِجْسٌ .صحيح إبن ماجة وإبن خزيمة.) )
“ Dari Abdullah ra. Ia berkata : Nabi S.A.W. hendaklah buang air besar, lalu bersabda,” Bawakan untukku tiga buah batu !” Kemudian aku dapati untuk Beliau dua bua batu dan kotoran keledai. Beliau mengambil dua buah batu itu dan melemparkan kotoran hewan itu, lalu Beliau bersabda : Ia (kotoran himar) kotor/najis lagi keji”. (Shohih Ibnu Maja dan Ibnu Khuzaimah).
Hadits diatas menerangkan khimar (keledai) adalah binatang yang najis sebab dagingnya haram dimakan. Berdasarkan dalil yang jelas.Rasulullah bersabda :
عنْ أنَسِ ابْنِ مَالِكٍ رض قَالَ: لَمَّا كَانَ يَوْمُ خَيْبَرَ أمَرَ رَسُوْلُ اللهِ ص م أبَا طَلحَةَ فَنَادَى : إنَّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ يَنْهَيَا نِكُمْ عَنْ لُحُوْمِ الْحُمُرِ اْلاَهْلِيَّةِ فَاءِنَّهَا رِجْسٌ.(رواه البخارى ومسلم)
“Anas Ibn Malik r.a. berkata : “Pada ketika s.a.w. sedang memimpin peperangan khaibar, pada suatu hari rasul menyuruh Abu Thalhah berseru :” Allah dan rasul Nya melarang kamu semua makan daging keledai kampung (pemeliharaan); karena keledai itu, najis.” (HR.Bukhori Muslim).
Rasulullah s.a.w. bersabda :
عَنْ أنَسِ بْنِ مَالِكٍ رض قَالَ: إنَّ رَهْطًا مِنْ عُكْلٍ أوْ قَالَ عُرَيْنَةَ قَدِمُوْا عَلَي رَسُوْلِ اللهِ ص م فَاجْتَوَوُا الْمَدِيْنَةَ فَأَمَرَلَهُمْ رَسُوْلِ اللهِ ص م بِلِقَاحٍ وَأمَرَ هُمْ أَنْ يَخْرُ جُوْافَيَشْرَبُوْا مِنْ أبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا.(رواه البجارى ومسلم)
“ Anas bin Malik r.a. menerangkan ; Bahwasanya serombongan orang dari kabilah Ukal atau Urainah datang le Madinah. Karena mereka merasa tidak betah tinggal di Kota Madinah, maka Nabi menyuruh memberikan kepada mereka beberapa ekor Unta betina dan menyuruh mereka (pergi) tinggal diluar kota. Mereka pergi bertempat di luar kota dan mereka minum kencing-kencing unta dan susu-susunya.”. (H.R.Bukhori dan Muslim).
Penjelasan :
Hadits diatas menyatakan bahwa air kencing binatang yang dimakan dagingnya, suci (tidak najis) bila terkena badan. Demikian juga dikuatkan pendapat ; An-Nakha’iy, Imam Malik, Ahmad Ahlul Bait dan segolongan Ulama Salafiyah. Maka Ulama yang menajiskan kotoran dan kencing unta itu najis tidak berdalil dengan dalil yang tegas dan nyata.(namum membersihkan dengan perasan halus di anjurkan.

3.Air arak (tiap-tiap minuman yang memabukan) ; tidak najis, dalil Al Qur’an Surat Al Maidah : 90;
إنَّمَاالْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأنْصَابُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ .المائــدة :٩٠ Dalil diatas tidak menjelaskan najis indrawi atau lahiriyah namun menerangkan tentang perbuatan najis (kotor) minuman arak, judi, berhala dan mengundi nasib adalah amalan najis atau perbuatan syetan. (najis maknawiyah).

4.Darah atau nanah (darah busuk) yang keluar dari tubuh seorang muslim selain dari qubul dan dubur tidak najis dan tidak membatalkan wudhu. Dalil dibawah ini tidak tepat untuk menajiskan darah dan nanah (baik darah binatang hidup yang disembelih atau darah busuk) atau darah manusia yang bukan keluar dari dua pintu (qubul-dubur) Q.S. Al Maidah : 3 yang dijadikan dalil najisnya darah dan nanah tidak benar.
حُرِمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلحَـْمُ اْلخِنـْزِيْرِ . ( المائــدة :٣ )
“ Diharamkan atas kamu memakan bangkai, darah dan daging babi.” (Al Maidah :3).
Diperkuat Riwayat :
Hal ini adanya riwayat oleh Abu Dawud dalam Sunannya bahwa seorang sahabat Nabi dari kalangan Anshor ketika sedang menjaga suatu lembah dari serangan musuh, dia menyibukan dirinya dengan sholat, sewaktu terkena anak panah musuh dalam keadaan sholat dan mengalirnya darah dari luka yang dideritanya, serta shahabat itu tidak membatalkan sholatnya.

5.Air liur binatang yang dagingnya halal dimakan. Tidak najisnya air liur bianatang yang dagingnya halal dimakan, demikian pula air ludah atau sesuatu dari mulut seorang muslim karena muntah , tidak membatalkan wudhu. (Al Imam Ibnu Hazm menerangkan; alasan bagi kami bahwa tidak ada kewajiban wudhu ketika perkara-perkara tersebut ialah karena tidak ada dalil baik al qur’an ataupun hadits.)
Rasulullah s.a.w. bersabda :
عَنْ عَمْرِ وَبْنِ خَارِجَةَ رض قال: خَطَبَنَا رَسُوْلُ اللهِ ص م بِمـِنً وَهُوَ عَلَى رَاحِلَتِهِ وَلُعَابـُهَا يَسِيْلُ عَلَى كَتِفِى.رواه احمد والترمذى
“ Amer ibn Kharijah r.a. berkata : Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. berkhotbah di Mina diatas sekedupnya. Air liur untanya mengalir ke atas bahuku. (HR.Ahmad dan Turmudzi).

6.Tubuh orang muslim dan selainnya.
Bahwa tubuh seorang muslim walaupun sedang junub, suci, baik masih hidup ataupun sudah mati dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sementara jumhur Ulama dan Ulama Salaf ” Tubuh orang Kafir dan Musyrik tidak najis dzohirnya tapi najis bathinya. Yang menetapkan najis tubuh selain orang muslim berlawan dengan jumhur ulama. Nabi s.a.w. pernah mengambil air sholat dari bejana orang wanita musyrik, Nabi juga pernah mengikat seorang musyrik dalam masjid, nabi pula pernah makan makanan yang dikirim orang wanita Yahudi Khaibar.
Rasulullah s.a.w. bersabda :
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ اْليَمَانِ رض قال: قال رَسُوْلُ اللهِ ص م: إنَّ اْلمُسْلِمَ لاَ يَنْجُسُ .رواه الجماعة إلاالبخارى والترمذى
Hudzaifah Ibnul Yaman r.a. berkata :” Rasulullah s.a.w. bersabda : Bahwasannya Muslim itu, tiada Najis (suci)”.(H.R. Al jama’ah selain Bukhori dan Turmudzi).

7.Bersentuhan kulit anjing dan babi (basah atau kering)
Daging babi dan anjing haram dimakan tetapi tidak ada keterangan yang menajiskan seseorang sentuhan kulit hewan yang haram dimakan itu najis. Racun itu haram dimakan tapi tidak ada keterangan yang menjelaskan najisnya racun .
Najisnya anjing itu adalah terletak pada air liur atau ludahnya, jika anjing menjilat air dalam bejana, maka wajib di cuci bejana itu 7 x cucian air dan yang pertama dengan tanah , atau 7 x dengan air serta yang kedelapan digosok dengan tanah , tetapi bila tubuh seseorang terkena moncong atau liur anjing cukup dengan mencuci sebagaimana kena najis lainnya hingga bekas najisnya telah hilang. Kata “ Walagho “ dalam hadits menjelaskan “ menjilat air. Sedang jika sesutu benda yang kering dengan kata “ Lahatsa”. Barang-barang kental dan makanan yang dijilat anjing ,wajib dibuang. ( A.Hasan,2006 : 34).

8.Air sisa mandi pemakaian seseorang (lelaki atau wanita), air tersebut tetap suci mensucikan. Hal Rasulullah s.a.w. pernah mandi sisa air istrinya maimunah.
Rasulullah saw bersabda :
عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ ر ض قَالَ : إِنَّا النَّبِىَّ ص م كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُوْنَةَ. رواه أحمد ومسلم
Ibnu ‘Abbas r.a. menerangkan “ bahwasanya Nabi S.A.W. pernah mandi dengan sisa air istrinya Maimunah”. (H.R.Muslim dan Ahmad).
عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ ر ض قَالَ: إِغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِىَّ ص م فِى جَفْنَةٍ فَجَاء النَّبىُّ ص م لِيَتَوَضَّأَ اَوْيَغْتَسِلَ فَقَالَتْ لَهُ: ياَرَسُولَ اللهِ إِنِّى كُنْتُ جُنُبًا .فَقَالَ :إنَّ الْمَاءَ لاَيُجْنِبُ. رواه أحمد وابوداود والنسائى والترمذى

“ Ibnu Abbas r.a. berkata :” Salah seorang istri Rasulullah s.a.w. mandi pada suatu Jafnah (guci), kemudian datang Rasulullah s.a.w. untuk berwudhu’ atau untuk mandi dengan air yang sisa didalam guci itu. Melihat yang demikian, istri Rasul itu berkata :” Ya Rasulullah s.a.w. , saya telah mandi junub dengan air ini, Perkataan itu dijawab Rasul dengan sabdanya ; Air itu, tiada berjunub “.(H.R. Ahmad, Abu Daud, AN-Nasaiy dan Turmudzi).

9.Sucinya air yang telah dipakai berwudhu.
Bahwa air itu tetap suci mensucikan, selama air itu tiada berobah. Pendapat yang mengatakan air yang dipakai wudhu, tidak mensucikan lagi, tidak mempunyai dalil yang kuat. Semuanya dalil yang dipakai itu lemah (dho’if). Dalil yang menjelaskan sucinya bisa untuk berwudhu sebagai berikut :
Rasulullah s.a.a. bersabda :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ ر ض قَالَ : جَاءَ رَسُوْلُ اللهِ ص م يَعُودُنِى وَأَنَامَرِيضٌ لاَ أَعْقِلُ فَتَوَضَّأَ وَصَبَّ وَضُوءَهُ عَلَىَّ. البخارى
“ Jabir Ibn Abdullsh r.a. berkata : “ Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. datang menjenguk aku yang sedang sakit dan tidak sadarkan diri, maka Rasulullah s.a.w. mengambil air sholat dan menuangkan air sholat atas diriku “. (H.R.Bukhori Muslim).

10.Air yang mengandung bangkai binatang yang tidak berdarah ; seperti LALAT.
Menjelaskan bahwa air yang sedikit( kurang 2 qula), tidak menjadi najis lantaran matinya binatang yang tidak mengalir darah didalamnya, karena binatang tersebut mati dan hidupnya sama saja. Demikian juga makanan atau minuman yang telah masuk didalamnya bianatang yang tidak berdarah; seperti lalat maka makanan dan minuman tidak najis dan airnya dapat dipakai untuk berwudhu.
Ibn Hazm ; Apabila sesuatu najasah atau sesuatu yang haram atau bangkai jatuh dalam benda cair (air, minyak, susu dsb), maka jika jatuhnya itu dapat merubah rasa, warna dan baunya air dan seumpamanya, rusaklah air itu (najis).

11.Air yang dijilat Kucing.
Bahwa kucing dalam beberapa hadits, bila menjilat air minumnya seseorang tetap suci mensucikan , sehingga bekas air yang diminum kucing tiada Najis. ( Suci ).
Rasulullah s.a.w. bersabda :
عَنْ اَبىِ قَتَادَةَ رض قال :قال النبى ص م: اِنَّ اْلهِرَّةَ لَيْسَتْ بنَِجْسٍ إنمَّا هِيَ مِنَ الطَّاوَّافِينَ عليكم
رواه :ابوداود والترمذى والنسائى

Abu Qatadah r.a. berkata : Bahwasanya kucing itu tiada najis; sesungguhnya kucing-kucing itu, biantang yang selalu mengelilingi dirimu “. (H.R.Abu Daud, Turmudzi dan Nasa’i ).

12.Air yang kurang dua qullah.
Air yang kurang dua qullah tidak najis, sepanjang tidak berubah sifat airnya ( warnanya, rasanya dan baunya).
Air yang dua qullah akan tetap najis bila terjatuhnya benda najis sehingga berubah salah satu dari sifatnya.
Hadits yang menjelaskan air dua qullah menurut ulama ahli hadits dianggap dhoif. Ibn Barr mendhoifkan hadits tersebut, dalam Kitab Tahdzibus Sunan, bahwa hadits ini Mudztharab.
Dalam Al Istidzkar beliau katakan :” hadits dua qullah, cacat, ditolak serta sanadnya dicela oleh Al Imam Ismail AL Qadhi.(Prof.T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy ;1966 :32 ).

Macam-macam benda yang najis
Najis dikelompokan menjadi dua :
1.Najis Hissiyah (lahiriyah/dzahiriyah) , ialah najis yang dapat dirasa dan dilihat dengan panca indera. Seperti ; jilatan anjing dalam bejana, kotoran manusia atapun hewan, kencing, darah haidh, nifas dan madie, wiladah (sedang melahirkan).
2.Najis Ma’nawiyah (bathiniyah), ialah najis yang menodai aqida dirasa dan tidak dapat dilihat dengan panca indera Seperti ; membersihkan dari dosa, bid’ah, maksiat, kufur dan syirik .

Najis Hissiyah adalah najis yang dapat dirasa dan dilihat dengan panca indera.
Benda-benda yang tergolong Najis Hissiyah antara lain :
1.Air kencing dan kotoran manusia.
Mensucikan ; Air kencing dan kotoran manusia atau kotoran binatang yang dagingnya haram dimakanmengetanai alas kaki/terompah . Benda tersebut termasuk benda Najis; cara membersihkannya bila menginjak najis itu sedang memakai terompah atau alas kaki ; caranya menggosokan dengan tanah , debu atau bisa dengan membasuhnya menggunakan air.
Rasulullah s.a.w. bersabda :
إذاَ وَطِى ءَ أحَدُكُمْ بِنِعْلِهِ فَإِنَّ التُّرَابَ لَهُ طَهُوْرٌ.صحيح أبوداود
“ Apabila seorang diantara kamu menginjak kotoran dengan alas kakinya (terompah), maka sejatinya debu menjadi pembersih baginya.” (H.R. Shohih Abu Dawud).

Mensucikan tanah yang dikencingi ;
Dengan cara menuangkan air keatas tempat yang kena najis itu, baik tempat itu kering atau basah. Air yang dituang tidak perlu masuk kedalam tanah dan tidak mengapa tergenang diatasnya. Sebagian ahli Fiqh mengatakan, bahwa tanah dapat disucikan oleh matahari dan angin lebih keras dari air dan menghilangkan najasah. Membersihkan dengan air salah satu jalan pembersihan, bukan satu-satunya jalan kebersihan.

Rasulullah s.a.w. bersabda :
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رض قال: جَاءَ ا عَرَابِيُّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ المَسْجِدِ فَزَحَرَهُ الناَّسُ فَنَهَا هُمْ رَسُوْلُ اللهِ ص م : فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ اَمَرَالنَّبِىُّ ص م بِذُنُوبٍ مِنْ مَاءٍ فَاُهْرِيقَ عَلَيْهِ. رواه البخارى ومسلم
Anas ibn Malik r.a. berkata : “ Seorang Arab Badawy datang kepada Rasul S.A.W. sesampainya ke dalam Mesjid ia berkemih disalah satu sudut mesjid. Melihat hal itu orang yang di dalam mesjid menghardiknya. Rasul mencegah orang itu dihardik dan menyuruh membiarkannya. Setelah selesai dia berkemih. Rasul menyuruh ambil seember penuh air dan menyiram tempat yang dikencingi itu.” (H.R.Bukhori dan Muslim).

2.Mensucikan kencing anak lelaki yang belum makan selain air susu ibunya (ASI).
عن عبدا لله بن عبدالله رض قال : إن أم قيس أتت بابن
Sumber :
1. Prof.Dr. Muh.Hasby As Syidiqi, Kitab AHkamun An Nabawiyah (Koleksi Hadits-Hadits Hukum)
2. A. Hasan ,dkk, Kitab Soal Jawab Masalah Agama Islam
3. Kitab Al Wajiz Bil Qurani wa Sunnah
4. Fiqih Sunnah.
BAB I THAHARAH (BERSUCI)
4/ 5
Oleh

Berlangganan via email

Suka dengan postingan di atas?berlangganan postingan terbaru langsung via email.

Silakan tambahkan komentar sesuai dengan topik. Komentar dengan link, spam dan berpotensi melanggar UU akan dihapus, terima kasih.