ANTARA BABAD & SEJARAH DESA MUARA
Babad atau Sejarah Cirebon
Oleh : WARJO
Secara Demografi wilayah Desa
Muara, sekarang berada di Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon Provinsi
Jawa Barat Indonesia, yang sebelumnya masuk dalam wilayah Kecamatan Kapetakan yang memiliki kekuasaan 21
desa, karena penyesuaian wilayahnya yang cukup luas
membagi dua kecamatan yaitu Kecamatan Suranenggala dan Kecamatan Kapetakan.
Adapun kecamatan Suranenggala memiliki 9 desa, termasuk diantaranya Desa Muara.
Desa Muara merupakan
pemekaran dari Desa Purwawinangun, sehingga asal – usulnya tidak bisa lepas
dari sejarah atau bisa disebut juga boleh babad Purwawinangun, Pabean dan
Bondet. Sebagai Desa Pantai hasil
pemekaran Desa Purwawinangun pada tahun 1982 berdasarkan SK Bupati Kdh
Tk.II.Cirebon tanggal 01 Juni 1982 Nomor: 221/Pm.024.1-Pem/SK/1982.
Pada batas-batas Wilayah Desa Muara
dengan sebelah utara berbatasan Desa Purwawinangun/Suranenggala Lor, sebelah
Timur Laut Jawa dan sebelah Selatan dengan Desa Mertasinga, dengan jumlah
penduduk warga Desa Muara sekarang <
3.500 luas Wilayah Desa Muara
502,933 Ha.
Konon nama Desa Muara
diambil dari kata Muara Jati yang
sekarang dengan sebutan Sungai Bondet.
Sekitar
antara Tahun 1920 – 1940 lengkap sebuah cerita bahwa kawasan Pelabuhan ini
masih terbagi 3 Desa, yaitu Desa Kecitran Kuwunya Hamzah, Desa Muara Kuwunya
Siwan dan Kuwu Carman dan Desa Pabean Kuwunya Kuwu Punuk dan Kuwu Satu. Dengan
lajunya perkembangan jaman maka dari ketiga Desa tersebut terjadi penggabungan
yaitu dari Ketiga Desa tersebut menjadi satu yaitu Desa Purwawinangun.
Cirebon memiliki tiga
pelabuhan penting, yaitu Pelabuhan Muara Jati, Pelabuhan Caruban dan Pelabuhan
Japura. Pelabuhan Muara Jati terletak diantara wilayah Kanal Condong dan
Bengawan Ciliru (kali Bondet). Ketika itu kali Bondet dijadikan prasarana lalu
lintas untuk perahu dan tempat yang cukup besar. Hal tersebut disaksikan oleh
Tome Pires pada Tahun 1513 M. dalam catatan perjalanannya. Pires antara lain
menyebutkan bahwa Cirebon adalah kota pelabuhan yang baik dan ramai dikunjungi
oleh kegiatan perdagangan.
Situs-situs yang membuktikan
adanya aktivitas Pelabuhan Cirebon juga banyak yang masih bisa kita saksikan
sampai saat ini. Di tepi Kanal Condong ada sebuah kuburan Nyai Rinjing dan Ki
Gedhe Alap-alap. Menurut penuturan penduduk setempat Nyai Rinjing adalah
seorang wanita yang bertugas mengatur kemasan barang yang keluar dan masuk ke
Pesambangan. Sedangkan Ki Gedhe Alap-alap adalah orang yang bertugas mengatur
bongkar muat barang di wilayah Pelabuhan Cirebon.
Puncak dari keramaian Pelabuhan Muara Jati yang dicatat dalam tulisan Pangeran
Wangsakerta dan Pangeran Arya Carbon adalah ketika mendapat kunjungan muhibbah
armada Cina yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho. Selama tujuh hari tujuh
malam rombongan armada Cina itu berlabuh di Pesambangan Jati. Selama berada di
wilayah Amparan Jati armada Cina itu membangun ‚Prasadha Tunggang Pawaka‛
(mercu suar). Setelah mercusuar itu selesai Ki Jumajan Jati membayar dengan
hasil komoditi dari pasar Pesambangan Jati, yaitu dengan garam, terasi, beras
tumbuk, Rempah-rempah dan kayu jati. Dengan tersedianya mercusuar di pelabuhan
Muara Jati semakin mempermudah hubungan kerajaan Singhapura dengan
kerajaan-kerajaan mancanegara. Setelah Ki Jumajan Jati mangkat kemudian
pelabuhan tersebut diwariskan kepada cucunya, Pangeran Cakrabuana.
Kali Bondet dengan Muara Jatinya,
Desa muara yang dahulunya konon banyak dihuni oleh perahu-perahu nelayan muara
jati. Adapun tempat menambatkan perahunya mereka di bengawan celancang, dengan
sebutan nyancang perahu-basa cherbon, tempat persinggahan kapal armada dari
berbagai daerah, yang sekarang dinamakan Pasar Celancang. Dari sinilah sebutan
Desa Muara.
Wallahu A’lam Bissowab.
Silakan tambahkan komentar sesuai dengan topik. Komentar dengan link, spam dan berpotensi melanggar UU akan dihapus, terima kasih.